JAKARTA - Temuan kontaminasi radioaktif pada komoditas udang Indonesia kembali menjadi sorotan global dan memunculkan kekhawatiran mendalam dari pelaku industri.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kasus paparan zat radioaktif Cesium-137 (Cs-137) bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga krisis reputasi yang dapat mengguncang posisi udang sebagai komoditas ekspor perikanan utama Indonesia.
Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan Apindo, Hendra Sugandhi, menegaskan bahwa udang merupakan produk perikanan ekspor peringkat pertama Indonesia. Karena itu, setiap isu yang terkait dengan keamanan produk langsung berdampak besar terhadap persepsi negara importir dan konsumen internasional.
Menurut Hendra, pemulihan citra tidak bisa ditunda dan membutuhkan langkah terukur. “Prioritas pertama jangka pendek adalah memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam import alert 99-52 yaitu setiap pengiriman wajib melampirkan sertifikat yang menjamin bebas dari radioaktif Cs-137,” ujarnya kepada Bisnis.
Dia menekankan bahwa setiap pemangku kepentingan harus memastikan pemenuhan persyaratan tersebut dapat berjalan mulus agar kepercayaan pasar global tidak semakin merosot.
Kebutuhan Alat Uji yang Memadai dan Terencana
Selain persyaratan dokumen, Hendra menyoroti pentingnya kesiapan fasilitas pengujian. Ia mengingatkan bahwa proses pemulihan citra tidak boleh bersifat seremonial, melainkan harus diikuti kesiapan teknis yang dapat dipertanggungjawabkan.
Hendra menjelaskan bahwa pemerintah perlu menetapkan jumlah alat uji screening serta perangkat spectrometry yang memadai, termasuk timeline pengadaan yang jelas. Penetapan ini diperlukan agar proses pengujian dapat menjangkau semua perusahaan yang saat ini masuk dalam daftar kuning atau yellow list.
Menurutnya, kapasitas alat uji yang terbatas justru akan menghambat proses pemulihan kepercayaan pasar. Ia menekankan bahwa perusahaan-perusahaan harus dapat memperoleh layanan pengujian secara cepat dan merata, bukan hanya sebagian kecil.
Tantangan Mencabut Import Alert 99-52
Hendra memaparkan bahwa langkah besar berikutnya adalah bagaimana certified entity (CE) dapat meyakinkan otoritas Amerika Serikat, terutama Food and Drug Administration (FDA), untuk mencabut import alert 99-52.
Untuk itu, pemerintah maupun pelaku industri harus menghadirkan dokumentasi formal kepada FDA disertai bukti ilmiah yang kuat.
Dia menjelaskan bahwa komunikasi dengan FDA mencakup analisis akar penyebab, tindakan korektif, serta tindakan preventif yang telah diterapkan. Semua langkah tersebut harus dibarengi dengan standar operasional prosedur yang jelas untuk memastikan kejadian serupa tidak terjadi di masa depan.
Hendra menegaskan bahwa tanpa bukti ilmiah yang komprehensif, FDA tidak akan mencabut peringatan tersebut.
“Semua hal tersebut, tekannya, harus disertai bukti uji ilmiah yang merupakan syarat mutlak untuk meyakinkan FDA bahwa udang Indonesia terbebas dari kontaminasi radioaktif sehingga Import Alert 99-52 dapat dicabut/dinonaktifkan agar citra udang Indonesia dapat pulih,” ujarnya.
Hasil Investigasi Satgas Cs-137 dan Upaya Dekontaminasi
Persoalan ini mencuat setelah Satgas Cs-137 dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menemukan kontaminasi Cs-137 di 22 fasilitas produksi yang berada di kawasan industri Cikande, Serang, Banten. Temuan tersebut makin memperkuat urgensi penanganan komprehensif dari seluruh pihak terkait.
Salah satu fasilitas yang terdeteksi sebagai lokasi terpapar adalah fasilitas pengolahan udang milik PT Bahari Makmur Sejahtera (BMS). Ketua Divisi Diplomasi dan Komunikasi Publik Satgas Cs-137, Bara Hasibuan, menyampaikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan dekontaminasi secara mandiri.
“Produksi udang tersebut fasilitasnya yaitu PT Bahari Makmur Sejahtera telah melakukan dekontaminasi secara mandiri dan dinyatakan aman oleh Bapeten,” tuturnya.
Sementara itu, 21 fasilitas produksi lainnya dijadwalkan menjalani proses dekontaminasi dalam waktu dekat. Seluruhnya akan diperiksa oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) setelah proses pembersihan selesai untuk memastikan tidak ada sisa kontaminasi.
Di sisi lain, pemerintah juga menetapkan area milik PT Peter Metal Technology (PMT) sebagai lokasi isolasi sementara untuk menampung barang-barang yang terindikasi mengandung zat radioaktif. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk penanganan terkontrol terhadap material yang berpotensi menularkan kontaminasi.
Kebijakan Pengetatan Impor Logam Bekas
Sejalan dengan penanganan fasilitas, pemerintah mengambil keputusan untuk memperketat impor bahan baku logam bekas atau scrap metal. Bahan baku tersebut diduga menjadi salah satu sumber kontaminasi Cs-137 yang kemudian menyebar ke sejumlah fasilitas produksi, termasuk industri perikanan.
Kebijakan pengetatan impor scrap metal diharapkan dapat mengurangi risiko masuknya material yang mengandung radioaktif ke wilayah Indonesia. Selain itu, pengawasan terhadap alur distribusi logam bekas juga menjadi penting untuk memastikan tidak ada kontaminasi lanjutan yang luput dari pengawasan.
Dalam konteks lebih luas, penanganan komprehensif mulai dari hulu hingga hilir menjadi kunci pemulihan citra komoditas udang Indonesia. Para pelaku industri berharap langkah-langkah ini dapat mengembalikan kepercayaan negara importir dan mengamankan kembali pangsa pasar yang selama ini menjadi andalan ekspor nasional.