Bitcoin Anjlok Tajam di Tengah Tekanan Ekonomi Global

Sabtu, 22 November 2025 | 10:20:23 WIB
Bitcoin Anjlok Tajam di Tengah Tekanan Ekonomi Global

JAKARTA - Perdagangan kripto pada akhir pekan kembali dikejutkan oleh anjloknya harga Bitcoin (BTC) yang menyentuh posisi terendah dalam lebih dari enam bulan terakhir. 

Pergerakan ini menjadi sorotan besar karena terjadi di tengah dinamika makroekonomi global yang semakin tidak pasti dan memicu gelombang sentimen negatif di pasar.

Pada Jumat, Bitcoin sempat merosot ke titik terendah USD 86.325,81 atau sekitar Rp1,44 miliar sebelum stabil tipis di kisaran USD 86.990,11. 

Data CoinMarketCap menunjukkan penurunan 6,95% dalam 24 jam, sementara dalam sepekan terakhir koreksi mencapai 11,62%. Per pukul 13.00 WIB, harga bitcoin berada di posisi USD 86.120,90 atau Rp1,43 miliar dengan asumsi kurs USD/IDR di level 16.716.

Penurunan ini terjadi berbarengan dengan meningkatnya keraguan investor terkait prospek pemotongan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) pada Desember mendatang. Rilis data ketenagakerjaan AS yang lebih kuat dari ekspektasi membuat pasar kembali mempertimbangkan skenario yang lebih hawkish.

Dampak Data Ekonomi AS dan Respons Pasar

Laporan ketenagakerjaan Amerika Serikat menunjukkan ekonomi menambah 119.000 tenaga kerja pada September, jauh di atas perkiraan 50.000. Data yang lebih solid ini membuat peluang pemangkasan suku bunga turun drastis. CME FedWatch mencatat pasar hanya memperhitungkan kemungkinan pemotongan sebesar 40%.

Kondisi global yang kurang kondusif ini juga merembet ke pasar domestik. CEO Tokocrypto, Calvin Kizana menjelaskan bahwa dinamika ekonomi dunia berpengaruh langsung terhadap aktivitas transaksi di Indonesia. 

Ia menegaskan bahwa penurunan volume transaksi yang terjadi saat ini berkaitan erat dengan gejolak global. Meski demikian, Calvin menyoroti ketahanan pasar lokal yang terbilang cukup baik.

"Ini menunjukkan kepercayaan dan minat masyarakat terhadap aset digital tetap terjaga, bahkan ketika pasar sedang cooling down," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat.

Menariknya, meskipun nilai transaksi mengalami penurunan, jumlah pengguna kripto di Indonesia justru terus meningkat. Hal ini menjadi indikator bahwa tekanan pasar tidak serta-merta membuat investor ritel meninggalkan aset digital.

Perkembangan Pasar Domestik dan Respons Investor

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai transaksi kripto Indonesia sepanjang Januari–Oktober 2025 tercatat Rp409,56 triliun. Angka ini turun 13,77% dibanding periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp475 triliun. Namun, pertumbuhan jumlah pengguna tetap menunjukkan tren positif.

Pengguna kripto Indonesia mencapai 18,61 juta pada September 2025, naik 3,05% hanya dalam satu bulan. Tren kenaikan bulanan pengguna berada stabil di atas 3%. Fakta ini menegaskan bahwa investor lokal tidak menarik diri, melainkan mengambil posisi lebih hati-hati dalam mengalokasikan dana baru.

Calvin menilai fase saat ini mencerminkan pasar yang cenderung melakukan konsolidasi. Menurutnya, kondisi global yang penuh ketidakpastian membuat pelaku pasar global memilih sikap wait and see. Hal ini berpengaruh pada pergerakan harga yang cenderung volatil namun belum menunjukkan tanda masuk ke tren bearish jangka panjang.

“Saat ini kita belum melihat konfirmasi bahwa pasar memasuki fase bearish struktural. Banyak indikator on-chain, adopsi pengguna, dan aktivitas pengembang masih stabil. Kondisinya lebih menggambarkan pendinginan pasar daripada pembalikan tren besar,” ungkapnya.

Prospek Kripto Menjelang 2026

Dalam jangka pendek, pergerakan pasar kripto masih akan dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga The Fed, stabilitas geopolitik global, aliran likuiditas, hingga pergerakan modal institusional. 

Pemerintah Indonesia juga dipandang memegang peran penting dalam memperkuat pondasi pasar domestik melalui regulasi perpajakan, implementasi bursa aset kripto tambahan, hingga program edukasi publik.

Memasuki 2026, pasar kripto memiliki potensi bergerak ke arah yang lebih terstruktur. Skenario bullish dapat terjadi apabila tekanan makro mereda dan investor kembali agresif mengambil risiko. Penurunan suku bunga global, meningkatnya minat investor institusional, serta masuknya modal baru bisa menjadi penopang utama pemulihan.

Siklus empat tahunan post-halving yang secara historis memicu penguatan harga aset digital juga berpotensi berkontribusi dalam mengubah arah pasar. Namun, risiko tetap mengintai jika kondisi makro tak kunjung membaik. Dalam skenario tersebut, pasar bisa bergerak sideways dengan kecenderungan bearish yang lebih lama dari biasanya.

Calvin mengingatkan investor untuk tetap berhati-hati dalam menavigasi kondisi pasar saat ini. Ia menyarankan agar investor memahami risiko dengan lebih mendalam sebelum berkomitmen menambah portofolio.

"Investor perlu tetap waspada, melakukan analisis, dan memahami risiko. Namun, kita melihat bahwa minat masyarakat Indonesia terus tumbuh, yang menjadi sinyal positif bahwa ekosistem kripto di Indonesia semakin matang dan siap berkembang dalam jangka panjang.”

Terkini