Money Laundering Adalah: Pengertian dan Ciri, Contoh Kasusnya

Sabtu, 22 November 2025 | 16:04:12 WIB
money laundering adalah

Jakarta - Money laundering adalah sebuah praktik yang kerap muncul dalam berbagai pemberitaan, sehingga istilah ini terasa akrab bagi banyak orang. 

Kasus-kasus terkait pencucian uang di tanah air sering menghiasi media, membuat topiknya semakin dikenal publik.

Secara sederhana, istilah tersebut merujuk pada upaya “membersihkan” dana yang diperoleh dari sumber tidak sah. 

Namun, tahukah kamu apa sebenarnya definisi dari tindakan ini dan alasan sebagian pihak merasa perlu melakukannya? Untuk memahami proses serta motif di baliknya, mari telusuri penjelasannya secara menyeluruh. 

Money laundering adalah istilah yang menggambarkan keseluruhan proses tersebut.

Money Laundering Adalah

Money laundering adalah bentuk kejahatan yang dilakukan dengan menyembunyikan atau memanipulasi asal-usul dana maupun aset yang sebenarnya tidak sah, biasanya demi keuntungan pribadi. Pelakunya berupaya menutupi jejak sehingga kekayaan yang diperoleh tampak seperti hasil kegiatan yang legal.

Dalam praktiknya, sumber dana yang gelap dibuat seolah-olah berasal dari transaksi atau aktivitas resmi. Pola seperti ini disusun untuk menguasai aset sepenuhnya tanpa memunculkan kecurigaan.

UU Money Laundering

Di Indonesia, tindak pencucian uang memiliki landasan hukum yang jelas, tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2010. 

Pelanggaran ini dikategorikan sebagai kejahatan serius, setara dengan tindakan korupsi, terorisme, perampokan, perdagangan gelap, narkotika, dan bentuk kriminalitas berat lainnya.

Tahapan Money Laundering

Menurut ulasan Joni Emirzon dalam salah satu jurnal KPK, praktik money laundering merupakan rangkaian tindakan yang berlangsung melalui tiga tahap utama. Ketiga tahap tersebut mencakup penempatan, pelapisan, dan integrasi.

1. Placement (Penempatan)

Tahapan pertama ini merupakan titik masuk bagi uang yang bersumber dari aktivitas kriminal. 

Pada fase ini, pelaku berusaha membawa dana tunai atau aset ilegal masuk ke sistem keuangan formal agar tidak lagi terlihat berada di luar jalur resmi.

Proses penempatan dapat dilakukan dengan berbagai cara:

  • Menyetorkan dana ke lembaga keuangan, misalnya membuka rekening baru kemudian memasukkan uang tunai dalam jumlah bertahap agar tidak memicu kecurigaan.
  • Menyamarkan penyetoran tersebut sebagai kegiatan usaha, seperti mengklaim bahwa uang itu berasal dari transaksi harian, penjualan barang, atau pembayaran pelanggan.
  • Membiayai sebuah usaha fiktif atau usaha kecil, sehingga arus keuangan seolah-olah berasal dari kegiatan ekonomi normal.
  • Membeli barang mewah atau aset bernilai tinggi, seperti kendaraan, perhiasan, atau barang koleksi, dengan tujuan mengubah bentuk dana ilegal agar lebih sulit dilacak.

Pada tahap ini, pelaku berusaha membuat uang kotor tampak seperti uang legal yang baru saja masuk ke peredaran ekonomi. 

Penempatan menjadi sangat penting karena tanpa masuk ke sistem keuangan, dana tersebut akan terlalu mudah dihubungkan dengan tindak kriminal yang melahirkannya.

2. Layering (Pelapisan / Transfer Kompleks)

Setelah dana berada di dalam sistem keuangan, pelaku memasuki tahap layering, yaitu bagian paling rumit dan strategis dari seluruh proses pencucian uang. 

Tujuan utamanya adalah memutus keterkaitan antara uang dan sumber awalnya melalui serangkaian transaksi yang sulit ditelusuri.

Metode-metode yang sering digunakan dalam tahap ini antara lain:

  • Memindahkan dana antar rekening, baik dalam bank yang sama maupun bank berbeda, sehingga pola pergerakan dana menjadi rumit.
  • Melakukan transfer lintas wilayah atau lintas negara, terutama ke negara yang regulasi keuangannya lebih longgar, sehingga penelusuran menjadi lebih sulit.
  • Menggunakan perusahaan cangkang (shell company) yang tidak memiliki aktivitas nyata, tetapi berfungsi sebagai tempat lewatnya pergerakan uang.
  • Melakukan transaksi berulang dengan nilai variatif, sehingga aliran dana tampak seperti aktivitas bisnis normal.
  • Mengubah dana menjadi instrumen keuangan lain, seperti mata uang asing, saham, aset digital, obligasi, atau instrumen derivatif.

Seluruh rangkaian kegiatan ini menciptakan lapisan-lapisan transaksi yang menutupi jejak awal dana. 

Semakin banyak lapisan yang dibuat, semakin sulit aparat penegak hukum menelusuri hubungan antara uang tersebut dengan tindak pidana yang menjadi sumbernya.

3. Integration (Integrasi / Penggunaan Harta Kekayaan)

Tahap akhir merupakan saat di mana dana yang telah melalui proses penempatan dan pelapisan kembali masuk ke perekonomian sebagai uang yang seakan-akan sah. 

Pada fase ini, uang yang sebelumnya tidak legal telah kehilangan semua tanda yang menghubungkannya dengan kejahatan awal.

Cara para pelaku memanfaatkan dana yang telah “dibersihkan” antara lain:

  • Menggunakan dana untuk konsumsi pribadi, seperti membeli properti, kendaraan, atau barang mewah lainnya.
  • Menempatkan uang dalam berbagai bentuk investasi, misalnya properti, saham, bisnis riil, atau aset jangka panjang lain yang tampak legal.
  • Mengembangkan usaha yang seolah-olah sah, sehingga dana hasil kejahatan berubah menjadi keuntungan usaha yang tampak normal.
  • Menyalurkannya kembali ke transaksi ekonomi yang wajar, sehingga sulit dibedakan dari arus uang legal lainnya.

Fase ini adalah puncak dari seluruh rangkaian pencucian uang. Tujuan terdalamnya adalah membuat pelaku dapat menikmati hasil kejahatan tanpa menimbulkan kecurigaan dan tanpa meninggalkan jejak yang dapat ditelusuri oleh aparat penegak hukum.

Secara keseluruhan, ketiga tahap tersebut menunjukkan bahwa praktik pencucian uang bukan hanya sekadar menyembunyikan dana, tetapi merupakan strategi yang dirancang agar uang haram dapat berbaur dengan arus keuangan yang sah. 

Dengan cara ini, pelaku berharap dapat menikmati hasilnya tanpa menghadapi ancaman hukum maupun penelusuran dari pihak berwenang.

Ciri-ciri Pencucian Uang

Ada pepatah yang mengatakan bahwa seberapa lihai seseorang mencoba menghindar, pada akhirnya tetap akan tersandung juga. 

Gambaran ini serupa dengan praktik pencucian uang. Walaupun ada pelaku yang berhasil mengaburkan jejak untuk sementara waktu, berbagai kasus tetap berhasil terbongkar satu per satu. 

Ketua PPATK, Ki Agus Badarudin, pernah menjelaskan bahwa terdapat tanda-tanda tertentu yang dapat menunjukkan bahwa seseorang sedang melakukan aktivitas tersebut.

Pertama, dana atau aset yang berasal dari tindak pelanggaran hukum biasanya dimasukkan ke dalam sistem keuangan resmi. 

Media yang digunakan bisa beragam, seperti produk asuransi, instrumen pasar modal, atau layanan perbankan. 

Umumnya, pelaku tidak menempatkan seluruh dana di satu lokasi, tetapi menyebarkannya ke beberapa tempat agar lebih sulit dipantau.

Kedua, dana itu kemudian dipindahkan secara berulang dan teratur. Strategi ini bertujuan untuk membuat aliran uang tampak rumit sehingga sumber aslinya semakin sulit dilacak. 

Pelaku sering memindahkan dana antarbank, lalu mengarahkannya ke rekening lain yang menggunakan nama orang-orang yang tidak memiliki hubungan dekat, misalnya individu yang dipekerjakan atau kerabat jauh mereka.

Ketiga, ketika dana tersebut digunakan untuk memperoleh aset tertentu, pelaku akan menyembunyikan identitas sebenarnya. 

Mereka bisa mencatatkan aset atas nama seseorang yang tidak berada dalam lingkaran pertemanan atau keluarganya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. 

Setelah itu, pelaku dapat berpura-pura membeli aset tersebut, baik secara tunai maupun dengan skema pembayaran lain, dan bertindak seolah-olah hanya sebagai pembeli berikutnya.

Semua pola ini dirancang untuk menjauhkan dana dari sumber kejahatannya dan membuatnya seakan berasal dari aktivitas yang wajar.

Kasus Money Laundering di Indonesia

Praktik pencucian uang di Indonesia bukanlah kejadian yang muncul sesekali, melainkan sesuatu yang berulang dan sering menjadi perhatian publik. 

Salah satu contoh yang paling menyita perhatian pernah terjadi pada kasus korupsi terkait pengadaan blanko e-KTP.

Ketika pemerintah menetapkan penggunaan KTP elektronik bagi seluruh warga, kesempatan itu dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menaikkan harga blanko secara tidak wajar. 

Manipulasi tersebut menimbulkan kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp2,3 triliun dan berdampak besar pada kestabilan perekonomian nasional. 

Pada akhirnya, skandal tersebut berhasil dibongkar, dan para pelakunya telah dikenai sanksi hukum yang tegas.

Sebagai penutup, pada akhirnya, money laundering adalah ancaman serius yang menuntut kewaspadaan bersama demi menjaga integritas sistem keuangan.

Terkini