JAKARTA - Menjelang penutupan tahun, dinamika pasar saham Indonesia kembali menunjukkan fenomena menarik.
Saham lapis kedua atau second liner tampil sebagai salah satu penggerak utama pasar, mencatat penguatan yang lebih impresif dibandingkan saham berkapitalisasi besar. Namun, di tengah reli yang agresif ini, para analis mengingatkan investor untuk tetap berhati-hati.
Kinerja indeks IDX SMC Composite, yang berisi kumpulan saham lapis kedua, berhasil tumbuh 6,83% dalam sebulan terakhir dan berada di level 436,43 per Jumat. Pertumbuhan ini melampaui indeks LQ45 yang hanya naik 3,15% ke level 845,68. Sementara IHSG mencatat kenaikan 2,14% ke posisi 8.414,35.
Baca Juga: IHSG Menguat 0,19% di Pekan Ini, Cek Sentimen yang Menopangnya
Menurut Analis BRI Danareksa Sekuritas, Reza Diofanda, ada tiga faktor utama yang membuat saham lapis kedua lebih agresif beberapa pekan terakhir. Kombinasi likuiditas sektor tematik, euforia aksi korporasi, dan rotasi sementara dari saham big caps setelah rebalancing MSCI menjadi pemicu utamanya.
“Hal ini membuat investor mencari peluang alpha tambahan di luar LQ45, sehingga minat terhadap saham mid-small caps meningkat,” ujar Reza.
Kenaikan Belum Tentu Cerminkan Fundamental
Meski kenaikan saham lapis kedua cukup signifikan, Reza menegaskan bahwa lonjakan ini tidak sepenuhnya didorong fundamental. Ia menyebut hanya beberapa sektor yang betul-betul mencatat kinerja solid, seperti komoditas dan barang dasar—terutama emas dan nikel—agribisnis sawit, serta sebagian emiten logistik yang efisien.
Sejumlah emiten consumer non-siklikal juga menunjukkan margin stabil. Namun di luar kelompok tersebut, Reza mengingatkan bahwa reli harga lebih banyak disebabkan sentimen jangka pendek seperti aksi korporasi dan rotasi dana musiman.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menambahkan bahwa second liner rally juga dipengaruhi beberapa faktor seperti fenomena Santa Claus rally, arus dana asing yang tidak merata ke big caps, serta meningkatnya aksi korporasi menjelang penutupan tahun.
Untuk 2026, Wafi memprediksi akan terjadi rotasi parsial dari mid-small caps ke big caps jika sektor perbankan dan telekomunikasi menunjukkan pemulihan signifikan. “Namun, saham mid-small caps tetap menarik untuk sektor tertentu seperti emas, nikel, pelayaran, industrial, data center, dan kendaraan listrik,” jelasnya.
Baca Juga: Wall Street Pekan Ini: Dow, S&P 500 dan Nasdaq Melemah, Tertekan Saham Teknologi
Potensi Rotasi dan Risiko Volatilitas
Reza mengingatkan bahwa reli saham lapis kedua tidak akan terus terjadi. Jika volatilitas global meningkat dan suku bunga mulai memasuki fase penurunan, investor biasanya kembali menyeimbangkan portofolio dengan memilih saham blue chips yang lebih defensif.
Terlebih, sebagian saham lapis kedua sudah naik signifikan sehingga mulai meninggalkan valuasi ideal.
“Hal ini akan membuka ruang terjadinya rotasi dana ke big caps, baik karena faktor risk management maupun karena beberapa saham berkapitalisasi besar kini justru menjadi value play secara fundamental,” imbuh Reza.
Di sisi lain, CEO Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menilai bahwa peluang penguatan saham lapis kedua tetap terbuka tahun depan. Namun, investor akan lebih selektif dengan fokus pada sektor energi, basic material, dan konsumer.
Praska juga mengingatkan pentingnya memperhatikan beberapa indikator kunci. “Bagi investor yang tertarik masuk ke saham lapis kedua, selalu pantau likuiditas transaksi, valuasi, dan kinerja fundamental secara berkala. Aksi korporasi dan arus dana asing pada saham lapis kedua juga perlu dipantau,” jelasnya.
Rekomendasi Saham Second Liner dari Para Analis
Dari berbagai pilihan second liner, Praska memberikan daftar saham yang dinilai masih menyimpan potensi menarik. Ia menyarankan strategi buy on weakness pada:
PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) – target Rp 1.100 per saham
PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) – target Rp 1.200 per saham
PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) – target Rp 1.200 per saham
BNGA Chart by TradingView
Selain itu, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga dinilai atraktif dengan target harga Rp 1.900–Rp 2.000 per saham.
Reza turut memberikan rekomendasi, namun ia menekankan agar investor menghindari membeli saham lapis kedua saat euforia tinggi dan tetap disiplin menggunakan cut loss atau trailing stop. Pasalnya, volatilitas saham penghuni IDX SMC Composite lebih besar dibanding saham di LQ45.
Ia menyebut beberapa saham yang layak dipertimbangkan:
PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) – target Rp 270–Rp 290 per saham
PT Darma Henwa Tbk (DEWA) – target Rp 400–Rp 480 per saham
PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) – target Rp 160–Rp 180 per saham
Dengan peluang yang masih terbuka namun risiko yang tidak kecil, saham lapis kedua kembali menjadi ruang manuver favorit bagi investor agresif di akhir tahun. Kuncinya: pilih sektor tepat, perhatikan fundamental, dan kelola risiko secara disiplin.