JAKARTA - Industri batu bara Indonesia memiliki sejarah panjang yang dimulai sejak era kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19.
Penemuan “emas hitam” ini merupakan bagian dari ekspedisi geologis bangsa Eropa untuk mencari sumber energi bagi kapal uap dan mesin industri mereka.
Deposit batu bara pertama ditemukan di Pengaron, Kalimantan Timur, pada 1849. Perusahaan Belanda Oost-Borneo Maatschappij (OBM) mulai menambang secara komersial pada 1888 di sepanjang Sungai Mahakam.
Namun, pertambangan besar-besaran baru terjadi di Sumatera Barat melalui Tambang Batu Bara Ombilin, Sawahlunto, yang dibuka pada 1892.
Situs Ombilin menjadi contoh pertukaran teknologi pertambangan Eropa dengan kearifan lokal, kini diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia. Infrastruktur pendukung seperti jalur kereta api dan pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur) dibangun untuk mempermudah ekspor batu bara ke Eropa.
Transformasi Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, industri batu bara menghadapi fase transisi penting melalui nasionalisasi aset asing. Pada 1950-an, pengelolaan tambang besar seperti Bukit Asam di Sumatera Selatan diambil alih pemerintah dan diubah menjadi perusahaan negara.
Menurut jurnal Sejarah Penambangan Batu Bara Bukit Asam di Tanjung Enim, periode ini menjadi titik balik di mana batu bara diarahkan untuk kepentingan domestik. Meskipun demikian, tantangan teknis dan manajerial tetap menjadi kendala.
Pembentukan PN Tambang Arang Bukit Asam (TABA) menjadi cikal bakal BUMN tambang yang kemudian berkembang menjadi PT Bukit Asam Tbk. Perusahaan ini memegang peran vital dalam penyediaan energi nasional, termasuk mendukung listrik dan industri domestik.
Kebangkitan Industri Modern Era 1980-an
Era modern industri batu bara Indonesia dimulai pada dekade 1980-an hingga 1990-an. Pemerintah membuka kembali keran investasi asing untuk mengeksplorasi deposit di Kalimantan, sekaligus meningkatkan kapasitas produksi nasional.
Dalam Kajian Filsafat Ilmu terhadap Pertambangan Batu Bara oleh I Irsan, disebutkan bahwa kebijakan pemerintah saat itu mendorong masuknya kontraktor besar melalui Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Perusahaan seperti PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Adaro Indonesia mulai beroperasi, menjadikan hutan Kalimantan pusat produksi batu bara kelas dunia.
Lonjakan produksi menjadikan Indonesia salah satu eksportir batu bara termal terbesar di dunia, memasok energi bagi negara-negara Asia seperti Tiongkok, India, dan Jepang. Industri ini tidak hanya mengubah peta ekonomi nasional, tetapi juga lanskap sosial masyarakat lokal.
Tantangan Hilirisasi dan Inovasi Energi
Memasuki abad ke-21, industri batu bara menghadapi tantangan baru: hilirisasi untuk menambah nilai. Dokumen Grand Strategy Mineral dan Batu Bara oleh Kementerian ESDM menekankan bahwa perusahaan tambang wajib mengembangkan proyek pengolahan batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) atau bahan baku industri kimia.
Langkah hilirisasi bertujuan mengurangi ketergantungan ekspor mentah sekaligus mendukung ketahanan energi nasional. Transformasi ini sejalan dengan transisi global menuju energi bersih, meskipun batu bara tetap menjadi pilar utama suplai listrik nasional.
Selain itu, hilirisasi memberi peluang ekonomi baru melalui pembangunan pabrik kimia, gasifikasi, dan teknologi pengolahan ramah lingkungan. Industri diharapkan dapat beradaptasi menghadapi tekanan regulasi dan permintaan global akan energi lebih bersih.
Batu Bara dan Masa Depan Energi Nasional
Industri batu bara Indonesia kini menghadapi dilema: menjaga kapasitas ekspor sekaligus memenuhi target energi bersih. Pemerintah mendorong inovasi teknologi untuk memaksimalkan efisiensi pembangkit listrik dan mengurangi emisi.
Selain gasifikasi, beberapa proyek mengintegrasikan batu bara dengan energi terbarukan, seperti co-firing batu bara dengan biomassa. Strategi ini menunjukkan bahwa batu bara tetap relevan sebagai energi transisi, terutama untuk menopang pasokan listrik di Pulau Jawa dan Kalimantan.
Sejarah panjang batu bara Indonesia dari era kolonial hingga industri modern menunjukkan peran pentingnya dalam pembangunan nasional. Dari penemuan awal di Pengaron hingga proyek hilirisasi masa kini, batu bara telah mengubah ekonomi, sosial, dan lanskap energi negara.
Dengan kebijakan yang tepat, pengembangan hilirisasi, dan integrasi teknologi bersih, batu bara masih bisa menjadi pilar energi Indonesia di tengah transisi global menuju energi rendah karbon.