Perjuangan Petani

Kesuksesan Kurma Lombok: Perjuangan Petani Mengubah Keraguan

Kesuksesan Kurma Lombok: Perjuangan Petani Mengubah Keraguan
Kesuksesan Kurma Lombok: Perjuangan Petani Mengubah Keraguan

JAKARTA - Keberhasilan kurma Lombok masuk daftar terbaik dunia ternyata berawal dari perjalanan panjang yang penuh keraguan. 

Bertahun-tahun masyarakat meyakini buah ini hanya bisa hidup di kawasan Timur Tengah. Pandangan itu juga menempel erat pada para petani Lombok Utara, termasuk Amaq Lebih alias Risman Eka.

Lima tahun lalu, menanam kurma di daerah subur yang dekat dengan pegunungan Rinjani dianggap mustahil. Bahkan, Amaq Lebih mengaku dirinya sempat disebut “gila” ketika mulai mencoba menanam pohon tersebut di Desa Rempek, Kecamatan Gangga.

"Pada awalnya kita (kami) dikira gila tanam kurma di Lombok Utara," ujarnya pada Selasa. Keraguan itu wajar, sebab selama berabad-abad tak pernah ada catatan kurma berbuah di Lombok.

Di lahannya seluas 76 are, Amaq Lebih sebelumnya hanya menanam jagung, kacang, dan palawija. Kondisi geografis yang subur membuat pohon kurma dianggap tidak cocok. Namun ia tetap mencoba, apalagi setelah gempa besar Lombok tahun 2018 yang menjadi momentum untuk memulai kembali dari nol.

"Bisa hidup enggak kurma kalau dibawa ke Lombok? pikiran saya waktu itu," katanya. “Tapi saya nekat saja tanam. Setelah saya tanam terus saya tinggal. Saya tanam sama planter bag-nya waktu itu.”

Proses Panjang dan Kesabaran Bertahun-Tahun

Perjalanan menanam kurma bukanlah hal mudah. Banyak pohon mati sebelum tumbuh besar. Petani harus mempelajari cara pengairan, pemeliharaan, hingga teknik mengawinkan pohon kurma. Namun dengan ketekunan, satu per satu pohon mulai bertahan dan berkembang.

Setelah tiga tahun, hasil kerja keras mereka akhirnya terlihat. Pohon kurma mulai berbuah, menciptakan pemandangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Layaknya oasis di padang pasir, kehadiran buah kurma di kebun mereka membuat para petani bersukacita.

Kisah ini cepat menyebar dan menarik kedatangan banyak pengunjung. Warga yang dulu mencibir justru datang dengan rasa penasaran. “Dia yang gila, terbalik sekarang, dia penasaran (datang) ohh, tamunya luar biasa (banyak) datang ke kebun,” katanya.

Sejak saat itu, banyak petani mulai sadar bahwa kurma bisa tumbuh subur di Lombok. Kebun-kebun baru bermunculan, dan para petani saling mendukung dalam proses budidayanya.

Prestasi ini diikuti dengan pengakuan resmi. Kurma Lombok kini tercatat di Kementerian Pertanian Republik Indonesia sebagai Kurma Rinjani (Kumari). Tahun 2025, Kurma Rinjani dinobatkan sebagai kurma terbaik ke-7 dunia di Festival Kurma Internasional di Abu Dhabi, UEA.

Nilai Ekonomi Tinggi Mengubah Kesejahteraan Petani

Keberhasilan tersebut langsung berdampak pada kehidupan para petani. Meski membutuhkan waktu 3–4 tahun hingga bisa dipanen, kurma terbukti memberi hasil jauh lebih menguntungkan.

Menurut Amaq Lebih, tantangan paling berat hanya pada tahap awal penanaman. Setelah itu, perawatannya jauh lebih mudah karena tidak perlu menanam ulang setiap beberapa bulan seperti padi. “Kalau kita tekuni, kita rawat pasti berbuah,” ujarnya mantap.

Pada panen pertamanya, ia mendapatkan Rp 50 juta—angka yang jauh melampaui pendapatan dari menanam padi yang hanya sekitar Rp 5–6 juta. Keuntungan ini menjadi penyemangat baru bagi petani lain.

Optimisme juga diungkapkan oleh Ade Hendrawan alias Wawan (35), petani kurma lainnya. Ia mengatakan, hasil panen yang baik membuat mereka semakin yakin bahwa kurma akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan membuka lapangan kerja.

"Insya Allah akan menghadirkan kesejahteraan bagi petani, termasuk menyerap tenaga kerja, karena nilai jual kurma ini lumayan," ujarnya. Kurma dijual hingga Rp 400.000 per kilogram, dan pada panen awal seluruh hasil habis terserap oleh pengunjung langsung.

Ekspansi Kebun dan Sistem Penjualan Satu Pintu

Kini, semakin banyak warga mulai menanam kurma, baik dalam skala rumahan maupun lahan luas. Banyak petani menanam satu hingga dua pohon di pekarangan rumah, sementara lahan hamparan dikelola bersama oleh tim Ukhuwah Datu Nusantara.

“Petani rumahan itu banyak, rata-rata menanam satu sampai dua pohon di pekarangan, semua itu kita bina dengan sistem penjualan satu pintu,” kata Wawan. Sistem penjualan satu pintu diterapkan agar stabilitas harga tetap terjaga dan keuntungan bisa dinikmati secara merata.

Kebersamaan para petani dalam mengembangkan komoditas ini menjadi kunci sukses yang membawa nama Lombok Utara dikenal dunia lewat buah kurma. Sebuah kisah yang dulunya dianggap mustahil, kini menjadi contoh nyata bahwa inovasi dan ketekunan mampu membuka peluang baru bagi pertanian Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index